Teori Baru Koordinasi Kebijakan Fiskal dan Moneter

Label:

Chenny Seftarita,S.E,M.Si

Peraih nobel ekonomi tahun 2004; Finn Kydland dan Edward Prescott menemukan teori baru tentang koordinasi kebijakan dalam pengelolaan siklus bisnis. Inti dari teori ini adalah bahwa kebijakan pemerintah sebaiknya menggunakan pendekatan mikro yaitu dengan melihat perilaku rumah tangga dan perusahaan dalam merespon kebijakan pemerintah. Pendekatan makro dinilai sering menyebabkan bias mengingat rumah tangga dan perusahaan selalu memiliki pemikiran rasional dan berekspektasi terhadap dampak kebijakan di masa depan. Akibatnya kebijakan pemerintah sering menjadi tidak konsisten.



2.4.  Teori Baru Koordinasi Kebijakan Fiskal Dan Moneter
            Peraih nobel ekonomi tahun 2004, yaitu; Finn Kydland dan Edward Prescott (Kungl.Vetenskapsakademien, 2004) menemukan teori baru tentang kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan siklus bisnis. Teori ini memasukkan unsur mikro dalam permasalahan makro ekonomi yang dihadapi suatu negara. Menurut teori ini, keberhasilan dari kebijakan fiskal dan moneter sangat tergantung pada pemikiran rasional masyarakat berupa ekspektasi atau perkiraan tentang masa depan. Beberapa kejadian krisis seperti krisis tahun 1997/1998 di mana spekulasi mata uang sangat dominan menyebabkan krisis di ASIA yang merembet pada permasalahan inflasi, ke tidak stabilan ekonomi dan menyebabkan krisis yang lebih luas lagi. Permasalahan tersebut sebenarnya sangat dipengaruhi oleh keputusan dan perilaku rumah tangga dan perusahaan. Riset yang dilakukan peraih nobel diatas kemudian melahirkan teori baru bahwa aspek mikro ternyata tidak boleh diabaikan dalam kebijakan ekonomi negara.
            Bahasan teori ini di mulai dari adanya konsistensi waktu dalam peluncuran kebijakan. Asumsi yang digunakan bahwa rumah tangga berpikir secara rasional. Ketika rumah tangga memperkirakan akan ada kebijakan fiskal yang kontraktif bahwa pajak atas modal akan semakin tinggi di masa datang, maka rumah tangga akan mengurangi tagungan sekarang ini dan meningkatkan pengeluaran modal untuk menghindari pajak. Jika mereka menahan diri dan menambah modal pada masa kebijakan fiskal di realisasikan, maka mereka akan terkena beban pajak modal yang tinggi. Ekspektasi ini pastilah akan merubah hasil akhir dari rencana pemerintah untuk menerapkan kebijakan kontraktif tersebut.
            Begitu juga ketika perusahaan merespons rencana otoritas moneter untuk melakukan ekspansi moneter dengan menurunkan tingkat bunga, maka perusahaan akan menetapkan harga-harga dan upah yang lebih tinggi sekarang ini. Hal ini disebabkan karena jika harga dan upah tidak dinaikkan sekarang, maka dimasa datang keuntungan yang diperoleh lebih kecil karena dipengaruhi inflasi sebagai dampak ekspansi moneter. Bisa dibayangkan, bagaimana kegagalan kebijakan moneter yang baru akan direncanakan bulan depan telah berdampak pada bulan sebelumnya.
            Sebagai solusi dari permasalahan tersebut, pemerintah harus menerapkan kebijakan yang konsisten di masa akan datang. Jika pemerintah menjalankan kebijakan stabilitas harga di masa sekarang, maka penting juga diperhatikan bahwa kebijakan stabilitas harga di masa akan datang di pertahankan. Faktor ekspektasi rumah tangga dan perusahaan harus dimasukkan dan dipertimbangkan dalam mengambil kebijakan. Ekspektasi atau harapan ini akan mempengaruhi perilaku pelaku ekonomi dan jika diabaikan dapat menyebabkan kegagalan kebijakan. Hal lain yang harus diperhatikan adalah bahwa kebijakan dalam pengelolaan siklus bisnis harus fokus pada permasalahan yang menyebabkan siklus bisnis tersebut. Teori ini tetap menekankan bahwa aspek mikro meliputi perilaku rumah tangga dan perusahaan yang berupa konsumsi, investasi, supply tenaga kerja, dan lain-lain harus diperhatikan.
 

0 komentar:

Posting Komentar