Oleh: Chenny Seftarita, S.E,M.Si.
Kebijakan
fiskal adalah kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk mengarahkan
perekonomian ke arah yang lebih baik dengan mengubah-ubah pendapatan dan
pengeluaran pemerintah (Rahardja dan Manurung, 2001).
Dalam kebijakan fiskal dikenal ada beberapa kebijakan anggaran, yaitu anggaran
berimbang, anggaran surplus, dan anggaran defisit. Ketiga kebijakan anggaran di
atas digunakan berdasarkan tiga fungsi kebijakan fiskal yaitu sebagai alat
untuk mengalokasikan barang publik (allocation),
berfungsi sebagai alat untuk distribusi pendapatan (distribution), dan alat untuk stabilisasi perekonomian (stabilization).
3.1.1 APBN Sebagai Instrumen Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal di Indonesia digambarkan oleh perkembangan APBN
(Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) yang terus meningkat dari tahun ke
tahun. APBN merupakan salah satu lokomotif dalam mencapai pertumbuhan ekonomi
di Indonesia. Pasca krisis moneter tahun
1997/ 1998 format APBN mengalami
perubahan dari format T-Billing menjadi
format I-Billing. Format I-Billing
yang dimaksud adalah format APBN hanya terdiri dari satu kolom dimana
sebelumnya terdiri dari dua kolom dengan sistem anggaran yang berimbang.
Perubahan ini merupakan salah satu wujud reformasi kebijakan fiskal pemerintah
Indonesia. Dengan format anggaran yang baru, APBN menjadi lebih transparan dan
mudah untuk di analisis. Sumber anggaran, pengeluaran dan defisit anggararan
jelas terlihat dalam format ini. Perhitungan anggaran yang dimulai Januari dan
berakhir Desember juga di nilai lebih efektif dalam penyusunan dan realisasi
anggaran.
Berdasarkan tabel (3.1), sumber penerimaan dalam negeri berupa
penerimaan pajak dan bukan pajak. Penerimaan pajak meliputi penerimaan pajak
penghasilan (pph migas dan non migas), pajak pertambahan nilai, cukai, BPHTB,
pajak bumi dan angunan dan pajak lainnya. Pajak perdagangan internasional
meliputi bea masuk dan bea keluar. Untuk penerimaan bukan pajak, sumber
pendapatan terdiri dari penerimaan SDA (Sumber daya alam) meliputi migas dan
non migas, laba BUMN (Badan Usaha Milik Negara), pendapatan BLU (Badan Layanan
Umum), dan PNBP (pendapatan negara bukan pajak) lainnya. Sumber pendapatan
lainnya adalah hibah.
Untuk pengeluaran, terdapat dua pengeluaran dalam APBN, yaitu
pengeluaran pemerintah pusat dan transfer ke daerah. Untuk pengeluaran
pemerintah pusat diantaranya terdapat pengeluaran untuk belanja pegawai,
belanja barang, belanja modal, pembayaran bunga utang, subsidi, belanja hibah, bantuan sosial, dan lain-lain.
Untuk transfer ke daerah, pengeluaran terdiri dari dana perimbangan. Adapun
dana perimbangan terdiri dari, pertama; bagi hasil pajak dan sumber daya alam,
kedua; dana alokasi umum, dan ketiga; dana alokasi khusus. Pengeluaran lain
adalah dana otonomi khusus dan dana penyesuaian.
Tabel 3.1 Format APBN di Era Reformasi
URAIAN
|
APBN (Rp)
|
A. Pendapatan Negara dan Hibah
1.
Penerimaan Dalam Negeri
- Penerimaan Perpajakan
- Penerimaan Negara Bukan Pajak
II. Hibah
B. Belanja Negara
1. Belanja
Pemerintah Pusat
- Pengeluaran Rutin
- Pengeluaran Pembangunan
II. Transfer ke Daerah
1. Dana Perimbangan
2. Dana Otonomi Khusus dan
Penyeimbang.
III. Suspen
C. Keseimbangan Primer
D. Surplus/Defisit Anggaran (A-B)
E. Pembiayaan
1.
Pembiayaan Dalam Negeri
2.
Pembiayaan Luar Negeri
|
|
Kelebihan/
(kekurangan) pembiayaan
|
Rp.
|
Sumber: Kemenkeu RI, 2014
3.1.2 Indikator Kebijakan Fiskal
Salah satu tujuan dari kebijakan
fiskal adalah mengurangi angka pengangguran. Dalam upaya menurunkan angka
pengangguran, pemerintah kerap kali menstimulus perekonomian dengan kebijakan
fiskal yang ekspansif dengan menambah defisit anggararan. Meningkatnya
pengeluaran pemerintah diharapkan dapat meningkatkan permintaan agregat
sehingga pertumbuhan ekonomi akan meningkat. Meningkatnya aktivitas ekonomi
pada akhirnya dapat mengurangi angka pengangguran.
Gambar 3.1 Persentase Pengangguran Terhadap Angkatan
kerja
Sumber: Key
Indicators For Asia and The Pasific, 1988-2012 (di olah)
Kurun periode 1988 hingga tahun 2012
persentase angka pengangguran terhadap total angkatan kerja di Indonesia
semakin mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Persentase terendah terjadi
pada tahun 1990 dimana angka pengangguran tercatat sebesar 2,5 persen per
tahun. Angka pengangguran beranjak naik pasca krisis moneter tahun 1997/1998
dan mengalami tingkat tertinggi pada tahun 2005 sebesar 11, 2 persen. Pasca
krisis global tahun 2008 persentase pengangguran terus mengalami penurunan pada
tingkat rata-rata 6 persen pertahun.
Gambar 3.2. Defisit APBN
Sumber: Key
Indicators For Asia and The Pasific, 1988-2012 (di olah)
Peran pemerintah dalam upaya menurunkan angka penganggurana
terlihat dari kebijakan anggaran dalam APBN. Gambar (3.2) memperlihatkan
persentase defisit anggaran APBN terhadap PDB (Produk Domestik Bruto)
Indonesia. Angka negatif mencerminkan pemerintah menggunakan anggaran defisit,
sedangkan angka positif mencerminkan pemerintah menggunakan anggaran
surplus. Tahun 1988 defisit anggaran
tercatat sebesar 2,3 persen dar PDB, defisit kemudian terus menurun bahkan
tercatat surplus yaitu sebesar 3 persen pada tahun 2005.
Pasca liberalisasi
sektor keuangan peran swasta semakin meningkat. Pemerintah mulai menurunkan
dominasinya dalam perekonomian dengan menggerakkan kinerja sektor keuangan.
Krisis tahun 1997/1998 merupakan sejarah yang berat bagi perekonomian
Indonesia. Lumpuhnya sektor riil terutama sektor perbankan menyebabkan pemerintah
harus mengeluarkan dana yang banyak bagi upaya pemulihan ekonomi. Pemerintah
meningkatkan defisit anggarannya hingga mencapai 2,5 persen pada tahun 1999. Pasca krisis
defisit anggaran terus di upayakan berada pada tingkat dibawah 2 persen dari
tingkat PDB Indonesia.
Studi empiris mengenai
peran kebijakan fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi dan inflasi pernah di
teliti oleh Surjaningsih,et al.(2012). Penelitian ini menggunakan analisis
kointegrasi, danVECM (Vector Error
Correction Model). Ada beberapa kesimpulan penting dalam penelitian ini.
Variabel kebijakan fiskal dengan kenaikan pengeluaran pemerintah memiliki
pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi, sementara shock kenaikan
pajak memiliki efek menurunkan pertumbuhan ekonomi. Hubungan pengeluaran
pemerintah dan pajak terhadap inflasi kemungkinan di sebabkan oleh multiplier
efek dan dampak kebijakan terhadap permintaan agregat.
ijin share ya ...